Cari Blog Ini

Rabu, 25 Mei 2016

“Jawa dari atas Kereta”


Catatan Eliza Scidmore dalam Jawa Tempoe Doeloe


Bagi para pelancong mancanegara, mencatat adalah hal yang sangat utama. Mengingat dari sebuah catatan perjalanan dapat diketahui sebuah kondisi wilayah dilihat dari aspek sosial, politik dan budaya. Begitupula bagi Eliza Scidmore, perempuan Amerika yang suka melakukan perjalanan antarbangsa pada abad ke-20. Dalam buku Jawa Tempoe Doeloe, deskripsinya mengenai Jawa dilihat
dari perkembangan yang ditinjau dari aspek perhubungan cukup jelas dan rinci. Catatan ini adalah catatan perjalannya saat mengunjungi Jawa dan melakukan perjalanan dari Batavia ke Surabaya dengan menggunakan kereta api yang saat itu masih terbatas fungsi dan jalurnya. Dalam catatannya, ia memuat laporan tentang para penguasa Jawa, pengikutnya, para pekerja perkebunan dan perkebunan. Melalui kereta, ia dapat melihat Jawa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jalur transportasi adalah hal yang sangat utama untuk menelanjangi dunia dengan berbagai perspektif dan kacamata.

Catatannya berawal dari kekecewaannya terhadap Belanda saat ada turis manca berkunjung ke Hindia Belanda atau negeri jajahan yang lainnya. Kunjungan dari pengelana asing ini selalu saja menorehkan catatan buruk di negara asalnya mengenai kebijakan Belanda yang sangat tidak manusiawi terhadap pribumi. Bahkan Belanda sangat ketat terhadap para turis asing hingga laporan data tentang turis tersebut sangatlah lengkap mulai nama, asal negara, tujuan berkelana bahkan nama kapal serta kapten yang membawa mereka ke Hindia Belanda. Ada kebijakan yang disebut dengan toelatings-kaart atau ‘karcis masuk’ yang harus dimiliki oleh seorang pengelana.
Hampir dari catatan Scidmore berkisah tentang kekejaman Belanda di Jawa yang justru lebih kejam dari bangsa Belanda yang ada di Eropa. Menyebut bahwa para penguasa di Jawa sangat korup bahkan gaji seorang Gubernur Jenderal dua kali lipat lebih besar dari seorang presiden di Amerika. Ia juga mengagumi etika kerja ras Tionghoa yang berpikiran sangat maju dalam hal pendidikan, bahkan mereka rela mengeluarkan uang berapapun untuk menyekolahkan anak mereka. Pujian lain juga dilontarkan untuk para penduduk Jawa yang digambarkan sebagai sosok yang berperangai halus, lemah lembut dengan wajah cakap serta berekspresi. Jawa adalah salah satu suku selain bangsa Jepang yang memiliki pesona dan daya tarik bagi orang asing. Kesopanan dan keluguan mereka berubah menjadi sebuah kehinaan tatkala membungkukkan badan di hadapan majikan Belanda mereka yang selama ini hanya memberikan luka.
Meskipun demikian, kekagumannya terhadap Belanda dalam menata Jawa tidak dapat disembunyikan. Berbagai stasiun baru memiliki sistem penataan kereta yang maju dan teratur pada masanya. Sebut saja Stasiun Weltevreden (Stasiun Gambir saat ini). Penataan gerbong sesuai dengan kelas. Semuanya dibuat dengan perencanaan orang Amerika. Menurutnya, kereta apai ini terlalu mewah untuk daerah dengan kondisi masyarakat yang parah. Dimana para pribumi diperas tenaganya untuk membangun kemajuan yang hanya bisa dinikmati oleh kalangan Eropa.
Insinyur Belanda membangun dan mengelola jalan, tetapi para staf, kekuatan penggerak sebenarnya dari jaringan itu adalah para penduduk pribumi  atau orang Cina berdarah campuran tapi berpendidikan yang mengisi jabatan diantara golongan Eropa dan Pribumi, antara pangkat tinggi dan pangkat rendah. Keahlian para pekerja dapat dilihat pada jalan yang melintasi pegunungan, serta dalam membangun jalur kereta dan jembatan yang kokoh melalui daerah rawa yang berbau busuk, dimana tidak seorangpun kulit putih sanggup bekerja meski mereka sanggup tinggal disana.
Jalur-jalur kereta ini menghubungkan kota-kota sibuk di Jawa seperti Batavia, Bandung, Semarang dan Surabaya. Dengan dibukanya jalur kereta dan stasiun pemberhentian memunculkan babak baru pada masyarakat Jawa. Ya. Penginapan, rumah makan, tempat hiburan yang semuanya ditujukan bagi para pelancong semakin marak di dapati di area sekitar stasiun. Pembukaan jalur kereta ini ternyata juga menimbulkan gaya hidup baru bagi pribumi. Bahkan rumah makan dan penginapan yang dihadirkan mengikuti pola Eropa, dimana para wisatawan banyak berasal.
Para pekerjapun ternyata juga memiliki keahlian khusus dalam hal berkomunikasi dengan para pendatang. Dari interaksinya dengan para pekerja inilah, Scidmore memiliki pandangan lain tentang Jawa yang selama ini hanya dianggap sebagai daerah yang untouchable bagi orang Eropa, ternyata memiliki kenyataan yang sebaliknya. Ternyata, dibalik adanya sebuah jalur transportasi baru memunculkan realita sosial yang sangat kompleks di dalamnya 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

“Jawa dari atas Kereta”

Catatan Eliza Scidmore dalam  Jawa Tempoe Doeloe Bagi para pelancong mancanegara, mencatat adalah hal yang sangat utama. Mengingat...